Akrabnya Petani dengan Sistem Ijon

Sumber : dokumen pribadi

Ijon berasal dari kata “ijo” yang jika diterjemahkan dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia berarti hijau.  Ijon amat lazim di daerah pedesaan yang keberadaannya dekat dengan petani Indonesia. Ijon seakan menjadi kebudayaan yang telah mengakar di kehidupan masyarakat pedesaan.

Sistem ijon merupakan sistem kredit yang pembayarannya dilakukan dengan hasil panen atau produksi berdasarkan harga jual rendah. Ijon juga dapat diartikan dengan membeli komoditas pertanian yang masih belum matang dan diambil oleh peng-ijon setelah matang. Sistem ijon biasanya dilakukan oleh petani, nelayan, atau pengusaha kecil lain. Pengijon biasanya merupakan pedagang komoditas pertanian atau tengkulak. Pembayaran di muka untuk tanaman, uang yang dipinjamkan dengan bunga sangat tinggi, dan menggadaikan aset petani menjadi stereotip karakter transaksi ijon yang ada di masyaarakat.

Berdasarkan penelitian oleh Sudjanadi dalam buku Pengantar Ekonomi Pertanian [1], sumber kredit yang terpenting untuk petani adalah bersifat perorangan terutama keluarga dan kenalan-kenalan petani. Kemudian diikuti kedudukan dan peranan para pedagang setempat yang biasanya sudah dikenal baik petani. Akrabnya petani dengan sistem ijon ini juga disebabkan oleh adanya kepercayaan petani dan pengijon. Petani merasa lebih nyaman jika mereka meminjam uang ke tengkulak atau pengijon daripada ke bank karena proses peminjaman lebih cepat. 

Bukan tanpa alasan petani mengambil kredit dengan sistem ijon ke tengkulak. Petani seringkali membutuhkan uang tambahan untuk berbagai macam kebutuhan produktif dan konsumtifnya secara cepat dan dengan syarat mudah. Contoh pengeluaran tidak terduga yang membuat petani terpaksa mengambil kredit ke tengkulak yaitu mendadak adanya anggota keluarga yang sakit, menyekolahkan anaknya, menyewa transportasi untuk pemasaran hasil panen, dan lain sebagainya.

Sistem ijon dinilai mudah, cepat, dan tepat. Argumen tersebut ada benarnya karena dalam sistem ijon, petani dapat memperoleh uang tunai langsung pada waktu yang sama saat ia mengajukan pinjaman. Berbeda dengan sistem kredit di bank, proses kredit biasanya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencairkan uang. Belum lagi, kredit petani ada risiko ditolak oleh bank jika tidak ada jaminan yang jelas dan terpercaya serta tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam sistem ijon, pengijon atau kreditor percaya bahwa petani akan membayar kembali uang pinjamannya. Prinsip kepercayaan seperti inilah yang dijunjung tinggi di desa. Bahkan, dalam beberapa kasus mereka menolak perjanjian tertulis karena dianggap menyinggung kehormatan salah satu atau kedua belah pihak. Padahal, masyarakat desa membutuhkan pembiayaan yang mudah, murah, cepat dan memadai [2].

Namun, apakah sistem ijon ini dapat dikatakan murah? 

Sistem ijon berbeda dengan bank yang memiliki ketentuan bunga. Bunga yang harus dibayarkan petani kepada pengijon berbeda-beda, sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Seringkali, pengijon memberikan bunga yang tinggi kepada petani dan petani tidak sadar akan hal itu karena kurangnya akses dan literasi finansial. Hal tersebut menyebabkan petani tidak sanggup membayar utang
yang telah menjadi kesepakatan awal. Akhirnya, petani terpaksa harus meminjam uang kembali kepada pengijon lain untuk melunasi utang sebelumnya, atau dalam peribahasa disebut dengan “gali lubang tutup lubang”. Siklus seperti itulah yang menjadi salah satu faktor penyebab petani di pedesaan tidak makmur dan sejahtera.

Permasalahan kredit petani menjadi salah satu permasalahan pertanian yang sampai saat ini belum terselesaikan. Di satu sisi, sistem ijon yang amat dekat dengan petani memberikan kemudahan bagi petani. Di sisi lain, sistem ijon dapat membuat petani terlilit utang yang tidak berkesudahan. Seperti yang dikatakan Petani membutuhkan sistem kredit yang cepat dan dapat memberi kemudahan bagi mereka dengan bunga yang logis dan masih sanggup dibayar oleh mereka.

Referensi :

[1] Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian - Edisi III.  Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia.

[2] Partadireja, A. 1974. Rural Credit : Ijon System. Bulletin of Indonesian Economic Studies 10(3):54-71. (Lihat)