Di zaman yang serba maju, dengan semakin maraknya pembangunan pabrik sehingga luas lahan untuk bekerbun, beternak dan bertani semakin berkurang sehingga untuk memenuhi kebutuhan pangan tersebut dibutuhkan modifikasi suatu sistem untuk menunjangnya. Oleh karena itu, muncul ide dari seorang dosen Politeknik Negeri Lampung yaitu Bapak Juli Nursandi untuk mengembangkan dan memperbarui sistem akuaponik dengan model yang lebih sederhana yaitu budidaya ikan dengan sayuran menggunakan wadah ember. Tujuannya agar bisa memenuhi kebutuhan pangan skala rumah tangga dan mampu menghemat lahan serta biaya listrik.
Pada dasarnya, prinsip budikdamber ini yaitu dengan memadukan budidaya ikan dengan tanaman pada satu lahan, Mengingat kandungan gizi pada ikan seperti protein, asam amino omega 3 dan 6, vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi tubuh. Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang dapat menunjang gizi masyarakat, seperti kandungan asam omega 6 dan 3 pada ikan yang mampu meminimalisir kolesterol pada tubuh, serta bermanfaat untuk ibu hamil sehingga kesehatan janin terjaga dan berbagai gizi tersebut mudah tercerna di tubuh manusia[1].
Dalam sistem budikdamber ini beberapa tanaman dapat dibudidayakan seperti cabai, kangkung, tomat dan lain-lain. Contohnya tanaman kangkung dapat berfungsi untuk menyerap nitrogen, fosfor, kalium yang berasal dari limbah-limbah feses dan sisa pakan ikan sehingga dijadikan nutrisi untuk pertumbuhan. Menurut Nugroho[2], nitrit yang merupakan hasil proses denitrifikasi pada air melalui perombakan bakteri nitrobacter dan nitrosommonas mampu menghasilkan senyawa nitrit yang dimanfaatkan oleh tumbuhan hijau sebagai asam amino dalam tubuhnya.
Gambar 1. Budikdamber |
Sementara, jenis-jenis ikan yang dapat dipelihara yaitu ikan lele, gabus, patin, gurami dan nila. Untuk ikan nila perlakuan yang dilakukan perlu menambahkan aerator, filter untuk menjernihkan kualitas air pada ember. Dikarenakan ikan nila merupakan suatu biota yang gampang stress. Sementara, ikan lele, gabus, patin dan gurami merupakan suatu ikan yang memiliki ketahanan tubuh yang lebih kuat. Terutama ikan lele yang mempunyai organ alat pernafasan tambahan berupa arborescent sehingga ikan lele mampu mengambil oksigen dari udara. Dalam pemilihan benih yang digunakan disarankan menggunakan benih yang berukuran minimal 7 cm, hal ini untuk meminimalisir terjadinya kematian yang banyak, dikarenakan benih yang berukuran lebih kecil memiliki daya tahan tubuh yang lebih lemah. Akan tetapi, dalam pemeliharaan ikan terdapat beberapa faktor- faktor yang menyebabkan kematian pada ikan seperti kualitas air, kualitas benih ataupun dari pakannya.
Sementara, media penanaman tumbuhan yang digunakan menggunakan media AKT(arang, kain dan tanah) atau media arang. Perbedaan menggunakan media AKT yaitu dapat ditaburi pupuk atau nutrisi untuk menunjang nutrisi pertumbuhan kangkung, sehingga arang yang berada di bagian bawah kain berfungsi untuk menyanggah kain dan tanah yang diatasnya tidak turun ke bawah. Pada media ini dapat ditumbuhi berbagai tumbuhan seperti kangkung, tomat, dan cabai. Sementara pada media arang hanya bisa digunakan untuk tumbuhan yang mempunyai habitat di air seperti kangkung dengan melubangi bagian bawah media sehingga akar kangkung mampu menyerap nutrisi dari air.
Kepadatan ikan dalam ember berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan yang dipelihara. Standar baku kepadatan ikan dalam sisitem budikdamber yaitu 1 ekor / liter. Alasannya, karena setelah beberapa bulan ada beberapa ikan yang pertumbuhannya lebih cepat dibadingkan ikan lainnya sehingga bisa dipanen dan mengurangi kepadatan ikan yang dipelihara setelahnya. Namun, dengan kepadatan yang tinggi dapat mempengaruhi persaingan makanan dan oksigen antar biota sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhannya.[2] Nugroho, R. A. L, T. Pambudi., D, Chilmawati., A, H. C. Haditomo. 2012. Aplikasi Teknologi Aquaponic Pada Budidaya Ikan Air Tawar Untuk Optimalisasi kapasitas Produksi. Jurnal Saintek Perikanan. 8 (1) (Lihat)
[3] Musa, Y. Nasaruddin, M.A. Kuruseng, 2007. Evaluasi Produktifitas jagung Melalui Pengelolaan Populasi Tanaman, Pengolahan tanah, dan dosis Pemupukan. Jurnal Agrisistem 3. (1): 21 - 33 (Lihat)