Mastitis dan Seluk-beluknya

1. Rendahnya Produksi Susu Sapi Perah di Indonesia
Dikutip dari Badan Pusat Statistik, populasi sapi perah di Indonesia per tahun 2019 berjumlah 561.061 ekor yang 142 ribu diantaranya merupakan peternak rumah tangga dengan mayoritas kepemilikan sapi perah dibawah 4 ekor dan menghasilkan total 996.441 ton susu di tahun yang sama[1]. Dengan jumlah konsumsi susu nasional yang mencapai 4.332 ribu ton, produksi susu tersebut hanya mampu memenuhi 22% saja sedangkan sisanya (78%) diperoleh dengan cara impor[2]. Rendahnya kuantitas produksi susu nasional juga diimbangi dengan tingkat kualitas yang masih dibawah standar yang berakibat pada rendahnya harga jual susu di tingkat koperasi maupun industri pengolahan susu (IPS). Banyak sekali faktor yang meyebabkan rendahnya kuantitas dan kualitas produksi susu sapi di Indonesia, diantaranya yaitu adanya penyakit mastitis[3].

2. Mastitis dan Penggolongannya
Seperti diketahui, mastitis atau radang ambing merupakan penyakit yang sering menyerang sapi perah baik skala perusahaan maupun rumah tangga. Penyakit mastitis dapat menurunkan produksi susu hingga 25% dan menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar[4].  Penyakit mastitis ini disebabkan oleh beberapa jenis bakteri diantara yaitu Streptococcus agalactiae, S. disgalactiae, S. uberis, Staphylococcus aureus, Eschericia coli, Enterobacter aerogenes, dan lain-lain. Bakteri-bakteri tersebut merusak sel-sel alveoli dalam ambing yang berfungsi menghasilkan air susu. Selain itu, rusaknya alveoli juga berakibat pada tercemarnya komposisi nutrien susu sehingga kualitasnya menurun[5].  

Berdasarkan gejalanya, penyakit mastitis terbagi atas dua tipe yaitu mastitis klinis (terlihat) dan mastitis sub klinis (tidak terlihat).
A. Mastitis Klinis (Terlihat)

Ciri-ciri:
1. Ambing sapi terlihat bengkak
2. Berwarna merah dan terasa panas jika disentuh
3. Suhu tubuh ternak meningkat
4. Nafsu makan turun
5. Penurunan produksi susu
6. Kesakitan saat diperah dan biasanya susu yang keluar bercampur dengan darah

B. Mastitis Sub Klinis (Tidak Terlihat)
Ciri-ciri:
Berbeda dengan mastitis klinis, mastitis sub klinis tidak menunjukan gejala yang tampak apabila diamati dari luar ambing. Mastitis tipe ini hanya bisa dideteksi menggunakan alat uji yang menunjukkan perubahan bentuk air susu akibat cemaran bakteri dari air susu yang dihasilkan.

3. Proses Infeksi Mastitis
Seperti yang telah dijelaskan diatas, mastitis merupakan penyakit yang timbul akibat adanya infeksi bakteri pada ambing ternak. Lalu, bagaimana bakteri tersebut bisa menginfeksi ambing dan dari mana bakteri tersebut berasal?

Penularan mastitis terjadi melalui kandang yang kotor, becek, lembab dan tidak memenuhi syarat-syarat kebersihan. Peternak kadang tidak menyadari bahwa pencemaran lingkungan dapat memberikan dampak yang besar pada penularan mastitis. Hal ini juga lah yang menegaskan bahwa faktor lingkungan, manajemen kandang, pakan, dan irigasi sangat mempengaruhi terjangkitnya penyakit mastitis pada ternak. Selain itu, banyaknya ternak yang dipeliharan juga menjadi faktor yang memicu adanya penyakit mastitis. Logikanya, jika jumlah ternak sedikit maka peternak akan lebih mudah untuk membersihkan ternak dan kandangnya[6].

Umumnya, penyakit mastitis dimulai dari masuknya bakteri kedalam lubang puting. Bakteri bisa berasal dari lingkungan sekitar ternak seperti adanya kotoran dikandang tempat ternak tidur, tangan yang tidak bersih saat memeras susu, pemerahan yang tidak tuntas, dan tidak melakukan celup puting setelah pemerahan. Sebenarnya kelenjar susu pada ternak memiliki perangkat pertahanan yang dapat melindungi dari infeksi kuman. Namun, perangkat pertahanan tersebut mencapai titik terendah sesaat setelah dilakukan pemerahan. Hal ini terjadi karena lubang puting setelah pemerahan masih terbuka sekitar 2 -3 jam. Pada saat yang bersamaan sel darah putih yang bertugas melawan infeksi kuman jumlahnya sangat sedikit, sementara enzim dan antibody juga habis ikut terperah. Pada saat itu lah jika kandang atau karpet tempat ternak kotor sangat berpeluang bagi tumbuhnya bakteri-bakteri penyebab mastitis yang dapat masuk melalui lubang puting dan membentuk koloni dan merusak sel-sel pada kelenjar susu. Sebagai respon pertahanan, tubuh mengirim leukosit (sel darah putih). Akibatnya terjadi peradangan yang ditandai dengan meningkatnya suhu ambing (sehingga terasa hangat saat disentuh), sakit atau nyeri, bengkak, dan gangguan lain yang berakibat pada turunnya produksi air susu[7].

4. Pencegahan Mastitis
Sesuai dengan proses infeksi mastitis pada ambing ternak, tindakan pencegahan mastitis harus dilakukan secara cepat dan tepat. Salah satunya yaitu dengan melakukan celup puting (dipping) dengan antiseptik sesaat setelah pemerahan untuk mencegah tumbuhnya bakteri sekaligus membunuhnya sehingga bakteri penyebab mastitis tidak dapat masuk ke lubang puting yang masih terbuka tersebut. Selain itu karena terdapat tipe mastitis sub klinis dimana gejala maupun cirinya tidak tampak atau sukar diamati, alangkah baiknya untuk melakukan pemeriksaan California Mastitis Tes (CMT) secara berkala. 

California Mastitis Test marupakan suatu cara/metode uji yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya mastitis pada setiap puting dari ambing ternak. CMT dilakukan menggunakan alat yang bernama paddle dan reagen CMT. Pengujian mastitis menggunakan CMT harus ditunggu selama kurang lebih 15 detik untuk melihat perubahan yang terjadi dari air susu yang diuji. Perubahan tersebut merupakan reaksi dari sel-sel somatik dan reagen sehingga menyebabkan adanya penggumpalan atau pengentalan pada air susu dari ambing yang terkena mastitis.
Gambar 1. Paddle CMT


Gambar 2. Reagen CMT
Untuk melakukan uji CMT, terdapat beberapa tahapan sebagai berikut[8]:
  1. Mengambil sampel susu sebanyak kurang lebih 2 ml pada tiap puting dan dipancarkan langsung ke paddle
  2. Menambahkan reagen CMT ke paddle yang telah berisi susu tadi dengan rasio 1:1
  3. Menggoyangkan paddle secara horizontal perlahan selama 10 - 15 detik untuk melihat perubahan warna dan kekentalan sehingga diketahui tingkat peradangan mastitisnya. Penilaian tingkat peradangan dapat dilihat di tabel berikut
Tabel 1. Tingkat Peradangan Mastitis

5. Pengobatan Jika Terinfeksi
Pengobatan mastitis dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik oleh dokter hewan, tetapi selama pengobatan produksi susu tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi. Selain itu, pengobatan dengan antibiotik mengakibatkan adanya residu antibiotik dalam air susu yang dapat menyebabkan alergi, kebal mikroorganisme, dan mempengaruhi proses fermentasi susu. Pada pengobatan dengan penyuntikan pada ambing, sebaiknya air susu tidak dikonsumsi selama 72 jam sejak penyuntikan. Namun, jika pengobatan dilakukan dengan penyuntikan pada otot (bagian tubuh selain ambing), susu hanya dibungan sejak 24 jam setelah penyuntikan[9].

Referensi:

[1] BPS. 2019. Populasi Sapi Perah menurut Provinsi (Ekor), 2017-2019. Diambil dari laman Badan Pusat Statistik Pada Hari Kamis, 3 September 2020 (Lihat)
[2] Murfiani, F. 2020. Peringatan Hari Susu, Momentum Tingkatkan Konsumsi Susu Masyarakat Indonesia. Diambil Pada Hari Kamis, 3 September 2020 (Lihat)
[3] Riyanto, J., Sunaryo, B.S., Hertanto, M., Cahyadi, Hidayah, R., dan Sejati, W. 2016. Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah Penderita Mastitis yang Mendapat Pengobatan Antibiotik. Jurnal Sains Peternakan 14(2): 30 - 41 (Lihat)
[4] Sarasati, W., Wiraswati, H.L., Ramadhanti, J., Tyas, T.K.A., dan Wismandanu, O. 2018. Penyuluhan Mastitis Subklinis Pada Sapi Perah di Desa Mekar Bakti Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Jurnal Aplikasi IPTEKS untuk Masyarakat 7(2): 138 - 140 (Lihat
[5] Utami, K.B., Radiati, L.E., dan Surjowardojo, S. 2014. Kajian Kualitas Susu Sapi Perah PFH (Studi Kasus Pada Anggota Koperasi Agro Niaga di Kecamatan Jabung Kabupaten Malang). Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan 24(2): 58 - 66 (Lihat)
[6] Soerahman, A.N., Sulistyati, M., dan Tasripin, D.S. 2016. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap dengan Tindakan Peternak Sapi Perah dalam Upaya Pencegahan Penyakit Mastitis. Diambil dari Student e-Journals Universitas Padjajaran Pada Hari Kamis, 3 September 2020 (Lihat)
[7] BPTP Jabar. 2017. Penyakit Mastitis Subklinis Pada Sapi Perah. Diambil dari Laman Balai Pengkaji Teknologi Pertanian Jawa Barat Pada Hari Kamis, 3 September 2020 (Lihat)
[8] Fatonah, A., Hatjanti, D.W., dan Wahyono, F. 2020. Evaluasi Produksi dan Kualitas Susu Pada Sapi Mastitis. Jurnal Agripet 20 (1): 22 - 31 (Lihat)
[9] Trisunuwati, P. 2011. Pengantar Ilmu Penyakit Hewan. Malang: UB Press