Beneficial Predators: Serangga Menguntungkan dalam Pengendalian OPT


Kerusakan tanaman akibat serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)  dapat menjadi penyebab kehilangan hasil produksi dan turunnya produktivitas tanaman antara 25-100%[1].  Dalam menanggulangi serangan OPT umumnya para petani menggunakan cara praktis yaitu dengan mengaplikasikan pestisida dan insektisida kimia. Penggunaan pestisida dan insektisida kimia secara terus-menerus dikhawatirkan dapat merusak kelestarian lingkungan. Perlu adanya cara pengendalian OPT yang berwawasan lingkungan dan menciptakan agroekosistem yang berkelanjutan melalui pendekatan ekologi.

Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di bidang pertanian seharusnya dapat menyelesaikan tantangan tersebut, mengingat permintaan bahan pangan yang cenderung meningkat dan target peningkatan produktivitas hasil pertanian dengan pengendalian OPT yang ramah lingkungan. Menurut SIPP Tahun 2013 dalam usaha pertanian diwajibkan mengikuti pedoman Good Agricultural Practices (GAP), Good Handling Practices (GHP), Good Manufacturing Practices (GMP), dan Good Coorporate Governance (GCG) yang dapat meningkatkan nilai tambah dan mutu produk, kesejahteraan masyarakat dan memperhatikan kelestarian lingkungan.

Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2010, PP No. 6 Tahun 1995 dan UU No. 13 Tahun 2010, pengamanan produktivitas tanaman pangan dari serangan OPT dapat menerapkan suatu langkah yaitu Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Perlakuan tanaman melalui PHT yaitu dengan melakukan pendekatan agroekosistem dengan langkah yang strategis untuk mengatasi kelestarian lingkungan dan ketersediaan bahan pangan yang stabil.

Penerapan Pengendalian OPT yang ramah lingkungan akan membantu dalam meningkatkan produktivitas tanaman, keamanan bagi petani, mutu yang baik dari hasil produksi dan keamanan untuk dikonsumsi. Penggunaan organisme hidup merupakan upaya yang dapat menggantikan pengaplikasian pestisida dan insektisida kimia, masyarakat perlu dikenalkan dengan jenis-jenis serangga yang dapat berperan sebagai musuh alami OPT[2]. Setelah menggunakan musuh alami diharapkan para petani tidak lagi menggunakan pestisida dan insektisida kimia, karena dapat mengganggu kelangsungan hidup dari musuh alami yang telah dikonservasikan.

Jenis-jenis serangga menguntungkan

Terdapat beberapa tipe serangga yang mampu berperan sebagai serangga menguntungkan atau musuh alami, yaitu parasitoid, predator dan penyerbuk[3]. Dalam perannya sebagai musuh alami hanya dapat dilakukan oleh serangga jenis predator dan parasitoid. Serangga-serangga dalam tipe tersebut tidak dapat membunuh secara keseluruhan OPT tetapi dapat meminimalisir keberadaan serangga pengganggu tanaman. 

Predator merupakan  organisme yang memiliki kemampuan dalam menangkap dan membunuh serangga pengganggu tanaman pada fase apapun, yaitu fase telur, larva, nimfa dan imago. Pada Tanaman padi ditemukan 5 ordo serangga predator, yaitu Ordo Coleoptera, Hemiptera, Orthoptera, Odonata, dan Araneae[4]. Contoh serangga dari ordo-ordo tersebut: (1) Coleopetra salah satunya kumbang koksi yang dapat memangsa hama kutu putih, (2) Hemiptera contoh serangganya yaitu anggang-anggang, sebagai pemangsa larva, (3) Orthoptera contoh serangganya yaitu belalang sembah, sebagai pemangsa ngengat, kutu daun dan belalang lainnya, (4) Odonata contoh serangganya yaitu capung, sebagai pemangsa larva serangga yang berpotensi sebagai OPT, (5) Araneae contoh serangganya yaitu laba-laba, sebagai pemangsa beragam serangga hama.

Parasitoid merupakan organisme yang hidup di dalam dan di luar tubuh inang.  Sebagian besar parasitoid masuk dalam ordo Hymenoptera dengan famili Braconidae dan Ichneumonidae[5]. Contoh serangga dari Braconidae adalah tawon bracon, peran dari predator ini yaitu sebagai pemangsa ulat atau larva dan dapat meletakkan telur pada tubu inang serangga hama. Sedangkan contoh dari Ichneumonidae adalah tawon ichneumon, menjadi predator dengan memangsa inang serangga lain.

Keberadaan musuh alami tidak serta-merta dibiarkan begitu saja, tetapi perlu dilakykan upaya konservasi lingkungan yaitu dengan menghadirkan atau mempertahankan tumbuhan yang mampu menjadi shelter atau refugee dan pakan bagi musuh alami[6]. Dengan memperhatikan tersebut maka akan terjadi keseimbangan ekosistem pertanian yaitu menjaga kestabilan rantai makanan. Hilangnya ketergantungan dari pestisida dan insektisida kimia dapat menekan tingkat resistensi hama akibat kecenderungan memakai bahan-bahan pengendali OPT tersebut.

Referensi :

[1] Hasyim, A. Setiawati, W. Lukman, L. 2015. Inovasi Teknologi Pengendalian OPT Ramah Lingkungan pada Cabai: Upaya Alternatif Menuju Ekosistem Harmonis. Pengembangan Inovasi Pertanian 8(1):1-10 (Lihat)

[2] Elainberg, J. Hajek, A. Lomer, C. 2001. Suggestions for Unifiying the Terminology in Biological Control. BioControl, 46 (4): 387 – 400 (Lihat)

[3] Soesanthy, F. Trisawa, I., M. 2011. Pengelolaan Serangga-Serangga yang Bersosiasi dengan tanaman Jambu Mete. Buletin Ristri 2(2): 221-230 (Lihat)

[4] Fitriani. 2018. Identifikasi Predator Tanaman Padi (Oryza sativa) Pada Lahan yang Diaplikasikan dengan Pestisida Sintetik. Agrovital: Jurnal Ilmu Pertanian 3(2): 65-69 (Lihat)

[5] Herlina, L. 2012. Potensi Parasitoid Hymenoptera Pembawa PDV sebagai Agens Biokontrol Hama. Jurnal Litbang Pertanian 31(4): 129-141 (Lihat)

[6] Kurniawati, N. Martono, E. 2015. Peran Tumbuhan Berbunga sebagai Media Konservasi Artropoda Musuh Alami. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 19(2): 53-59 (Lihat)