Biochar, Bahan Alternatif Untuk Memperbaiki Kualitas Tanah

Lahan kritis merupakan lahan tidak produktif yang lebih banyak terjadi akibat aktivitas manusia. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya akan menyebabkan kerusakan fisik, kimia maupun biologis tanah. Akibat selanjutnya adalah kesuburan tanah menjadi rendah sehingga tidak mampu menyangga kebutuhan produksi tanaman. Produksi tanaman yang lebih rendah dari kebutuhan masyarakat dalam jangka panjang akan menimbulkan resiko bagi perekonomian baik mikro maupun makro. Lahan kritis memiliki kondisi lingkungan sangat beragam tergantung pada penyebab kerusakan lahan. Lahan kritis ditandai oleh rusaknya struktur tanah, menurunnya kualitas dan kuantitas bahan organik, defisiensi hara dan terganggunya siklus hidrologi. Kondisi tersebut perlu direhabilitasi dan ditingkatkan produktivitasnya agar lahan dapat kembali berfungsi sebagai suatu ekosistem yang baik atau menghasilkan sesuatu yang bersifat ekonomis bagi manusia[1].

Salah satu upaya perbaikan kualitas tanah yang dapat ditempuh adalah penggunaan bahan-bahan yang tergolong sebagai bahan pembenah tanah. Dalam upaya meningkatkan kualitas sifat fisik tanah, sebaiknya dipilih bahan pembenah dari bahan yang sulit terdekomposisi agar dapat bertahan lama dalam tanah. Bahan yang mudah diperoleh dan relatif murah adalah penggunaan limbah pertanian seperti tempurung kelapa, kulit buah kakao, sekam padi, batang kayu bakau, tempurung kelapa sawit dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut sangat sulit didekomposisi, dan dalam penerapannya diperlukan proses antara yaitu pembakaran tidak sempurna (pyrolisis) sehingga diperoleh arang yang mengandung karbon aktif untuk diaplikasikan ke dalam tanah.

Upaya perbaikan kualitas tanah yang relatif murah adalah pemanfaatan sumber bahan organik in situ, seperti pengembalian sisa tanaman. Selama ini upaya pemulihan dilakukan dengan menggunakan berbagai pembenah tanah organik berupa pupuk kandang, kompos, dan biomas tanaman. Selain itu, saat ini dikenal biochar yang menjadi alternatif dalam memperbaiki kualitas tanah[2].

Gambar 1. Biochar

Biochar merupakan suatu padatan berpori yang kaya akan karbon dan dihasilkan dari pembakaran secara tidak sempurna dari limbah organik (biomassa). Biochar berwarna hitam dan berbeda dengan arang biasa yang digunakan sebagai bahan bakar. Biochar mengandung abu yang rendah dan karbon yang tinggi, sedangkan arang biasa mengandung abu yang tinggi dan kandungan karbonnya rendah. Biochar mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap dekomposisi, bersifat alkali, tekstur berpori, halus, substansi yang menyerap, dan mengandung unsur hara esensial (terutama P dan K).

Biochar memberi efek dalam jangka panjang dan lebih efisien dalam meningkatkan kualitas tanah. Berbeda dengan kompos atau pupuk kandang dapat meningkatkan sifat tanah dalam jangka pendek. Namun perbaikan sifat fisik tanah liat lebih baik menggunakan kombinasi jenis biochar dengan pupuk organik[3]. Potensi bahan baku biochar tergolong melimpah yaitu berupa limbah sisa pertanian, terutama yang sulit terdekomposisi atau dengan rasio C/N tinggi. Di Indonesia potensi penggunaan charcoal atau biochar cukup besar, mengingat bahan baku seperti residu kayu, tempurung kelapa, sekam padi, kulit buah kakao, tongkol jagung, cukup tersedia. Selama ini, limbah pertanian tersebut belum dimanfaatkan secara optimal, hanya terbatas digunakan sebagai sumber energi terbarukan dan pakan ternak.

Hasil analisis menginformasikan bahwa secara nasional, potensi biomasa pertanian yang bisa dikonversi menjadi biochar diperkirakan sekitar 10,7 juta ton yang akan menghasilkan biochar 3,1 juta ton. Potensi tertinggi berasal dari sekam padi yaitu mencapai 6,8 juta dan akan menghasilkan biochar sebesar 1,77 juta atau sekitar 56,48% dari total potensi biochar nasional. Tingginya potensi biomasa untuk dijadikan biochar sangat tergantung pada ketersediaan dan kompetisi dengan penggunaan lain. Biomasa tempurung kelapa banyak dimanfaatkan untuk kepentingan lain yaitu sumber energi, sedangkan tongkol jagung dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Sumber lain yang dapat dimanfaatkan adalah sisa ranting kayu, batang ubi kayu, tandan kosong kelapa sawit, batang tanaman bakau. Pada prinsipnya, sumber bahan baku biochar adalah limbah pertanian dan sangat dihindari penggunaan bahan baku dari hasil penebangan tanaman hutan atau tanaman lainnya, namun demikian pemanfaatan limbah dari industri kayu masih sangat memungkinkan[4].

Dengan demikian biochar memiliki manfaat yang sangat besar dan luas, terutama dalam memperbaiki kondisi lahan kritis agar menjadi lahan produktif. Oleh karena itu penting untuk mengenalkan teknologi biochar kepada petani yang melakukan usahataninya di lahan kritis.

Referensi:

[1] Li, Y., Hu, S., Chen, J., Müller, K., Li, Y., Fu, W., Lin, Z., & Wang, H. 2018. Effects of Biochar Application in Forest Ecosystems on Soil Properties and Greenhouse Gas Emissions: A Review. Journal of Soils and Sediments, 18(2), 546–563. https://doi.org/10.1007/s11368-017- 1906-y. (Lihat)

[2] Zhu, Q., X. Peng, T. Huang., Z. Xie and N.M Holden. 2014. Effect of Biochar Addition on Maize Growth and Nitrogen Use Efficiency in Acid Red Soil. Pedospere 24 (6): 699-708. (Lihat)

[3] Hamzah, Z., & Shuhaimi, S. N. A. 2018. Biochar: Effects on Crop Growth. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 215. https://doi.org/10.1088/1755- 1315/215/1/012011 (Lihat)

[4] Dariah, A., N.L. Nurida and Sutono. 2013. The Effect of Biochar on Soil Quality and Maize Production in Upland in Dry Climate Region. In Proceeding 11th international Conference the East and Southeast Asia federation of Soil Science Societies. Bogor, Indonesia (Lihat)