Bulu babi merupakan salah satu hasil perikanan yang banyak terdapat di negara maritim. Hewan laut berbentuk bulat, berduri tajam, dan panjang dengan makanan utama ganggang (algae) ini hidup secara soliter atau berkelompok pada ekosistem terumbu karang dan lamun. Penyebaran bulu babi terdapat di seluruh zona perairan dengan 84 jenis bulu babi terdapat di perairan Indonesia[1]. Namun, di Indonesia bulu babi dipandang sebagai sampah bagi para nelayan sehingga dibuang dengan dibenamkan ke dalam pasir. Kehadiran bulu babi juga membahayakan penyelam yang akan terluka akibat racun pada duri bulu babi.
Seluruh bagian tubuh bulu babi dapat dimanfaatkan dan diolah sehingga menghasilkan zero waste product. Bagian gonad atau telur dimanfaatkan sebagai sumber pangan, sebagai contoh di Jepang gonad bulu babi dimanfaatkan untuk membuat sushi. Gonad bulu babi memiliki kadar air (66,86-76,27%), kadar abu (1,74-2,10%), lemak (3,65-6,89%), protein (11,40-13,20%) dan karbohidrat (3,83-11,58%). Gonad bulu babi juga mengandung 8 jenis asam amino esensial (metionina, valina, fenilalanina, isoleusina, treonina, lisina, dan histidina) dan 7 jenis asam amino non-esensial (arginina, aspartat, glultamat, serina, glisina, alanin, dan tirosina). Asam amino memiliki peran penting masing-masing di dalam tubuh. Selain kaya asam amino, gonad bulu babi juga mengandung asam lemak. Asam lemak jenuh tertinggi terdapat pada E. diaema sebesar 34,99% sedangkan asam lemak tak jenuh (MUFA dan PUFA) tertinggi pada gonad D. setosum sebesar 29,91%. Asam lemak jenuh dan tak jenuh memiliki beberapa manfaat, seperti mencegah penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus, menghambat pertumbuhan kanker, menstimulasi fungsi kekebalan serta sebagai faktor pertumbuhan[2].
Cangkang bulu babi umumnya dimanfaatkan sebagai pupuk, namun cangkang bulu babi juga memiliki manfaat lainnya. Bagian cangkang bulu babi mengandung banyak mineral makro dan mikro dengan kalsium (56,23%) dan magnesium (39,97%) yang memiliki kandungan tertinggi dibanding mineral lainnya[3]. Cangkang bulu babi memiliki potensi antibakteri dan antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri seperti V. cholera, S. typhii, P. vulgaris, P. myrabilis, E. coli dan B. cereus. Cangkang bulu babi jenis Salmacis virgulata memiliki senyawa bioaktif polyhydrixy naphthoquinone yang berpotensi sebagai antioksidan[4].
Gonad dan bagian utuh dari bulu babi mengandung bioaktif jenis alkaloid, sterois, flavonoid, saponin dan fenol hidrokuinon. Flavonoid dan fenol hidrokuinon berpotensi sebagai antioksidan dengan aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada gonad bulu babi[5]. Bagian duri bulu babi juga memiliki aktivitas antibakteri. Berdasarkan ketiga bagian bulu babi tersebut, ekstrak gonad memiliki aktivitas antibakteri tertinggi terhadap bakteri E. coli dan S. aureus[6].
Banyaknya manfaat serta potensi yang dimiliki oleh bulu babi menjadikan bulu babi sebagai salah satu hasil perikanan yang bernilai tinggi secara ekonomi. Bahkan gonad bulu babi menjadi salah satu komoditas penting di beberapa negara seperti Jepang, Kanada, dan USA[7]. Usaha yang mengembangkan produk dari bulu babi di Indonesia masih belum banyak karena masih minimnya pengetahuan tentang potensi bulu babi serta teknologi yang masih mahal. Budidaya serta usaha produk bulu babi memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan sehingga dapat menambah nilai dari bulu babi yang notabenenya masih dianggap sampah bagi sebagian nelayan. Tujuan zero waste product juga akan tercapai apabila usaha pemanfaatan bulu babi ini berkembang karena hampir seluruh bagian dari bulu babi berpotensi untuk diolah menjadi berbagai jenis produk.
Referensi:
[1] Aziz, A. 1993. Beberapa catatan tentang perikanan bulu babi. Oseana. 18(2): 65-75 (Lihat)
[2] Afifudin, I. K., Suseno, S. H., Jacoeb, A. M. 2014. Profil asam lemak dan asam amino gonad bulu babi. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 17(1): 60-70 (Lihat)
[3] Addina, S. 2016. Karakteristik nanokalsium cangkang bulu babi (Diadema setosum) dan efektivitas penyerapannya secara in vivo[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor (Lihat)
[4] Hadinoto, S., Sukaryono, I. D., Siahay, Y. 2017. Kandungan gizi gonad dan aktivitas antibakteri ekstrak cangkang bulu babi (Diadema setosum). Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 12(1): 71-78 (Lihat)
[5] Apriandi, A., Putri, R. M. S., Tanjung, I. 2020. Karakterisasi, aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif bulu babi. Majalah Ilmiah Biologi Biosfera: A Scientific Journal. 37(1): 49-54 (Lihat)
[6] Indrawati, I., Hidayat, T. R., Rossiana, N. 2018. Aktivitas antibakteri dari bulu babi (Diadema setosum) terhadap Escherchia coli dan Staphylococcus aureus. Jurnal Biodjati. 3(2): 183-192 (Lihat)
[7] Toha, A. H. A. 2006. Manfaat Bulu Babi (Echinoidea), Dari Sumber Pangan Sampai Organisme hias. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 13(1): 77-82 (Lihat)