Tataniaga, Bagian Terlemah Perekonomian Indonesia

Tataniaga pertanian merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam mengalirkan barang/jasa dari petani produsen (tingkat usahatani) sampai ke konsumen akhir. Kegiatan tata niaga umumnya kebanyak berorientasi dengan utiliy. Pengembangan pertanian merupakan salah satu pilihan yang tepat saat ini. dikarenakan besarnya sumbangan sektor pertanian terhadap pembangunan nasional, bukan hanya sumbangan untuk GDP dan devisa, tetapi juga untuk tenaga kerja, penyediaan kebutuhan pokok serta mengatasi kemiskinan yang diderita masyarakat Indonesia.

Pertanian Indonesia kurang  maksimal dalam menunjang pembangunan nasional dikarenakan adanya timpangan pembangunan sistem agribisnis (hulu, hilir, tengah). Perbaikan pemasaran pada dasarnya berupaya untuk memeprabaiki posisi tawar produsen terhadap pedagang, pedagangan terhadap konsumen dan sebaliknya dengan memperbaiki daya saing semua pihak memperoleh keuntungan sesuai kepentingan masing-masing.

Masalah pasar dan tataniaga di Indonesia:
  1. Harga (tidak wajar, fluktuatif, bergantng pedagang tengkulak, merugikan)
  2. Penguasaan informasi dan akses pasar lemah.
  3. Rantai tata niaga panjang dan pembagian marjin tidak adil[1]
Tataniaga atau saluran distribusi pertanian di Indonesia masih tergolong lemah. Dimana petani kecil masih sulit melepaskan diri dari ketergantungan terhadap tengkulak. Akibatnya petani banyak yang terjerat kemiskinan. Karena saluran distribusi yang panjang terkadang petani hanya mendapatkan untung yang sedikit. Tanpa suatu system pemasaran yang efetif, sebuah negara yang berkembang tidak akan dapat menghindari diri dari lingkaran setan kemiskinan. Dalam hal ini pemerintah harus mengambil peran dalan proses saluran distribusi barang-barang pertanian. Agar nilai di setiap pelaku saluran disrtibusi tidak terlalu jauh dan dapat menguntungkan petani tetapi tidak merugikan konsumen ataupun pedangang.

Dalam proses tataniaga suatu komoditi yang melalui perantara pasti memerlukan biaya tataniaga. Biaya tataniaga ini yang menjadi tambahan harga yang harus dibayarkan konsumen. Semakin kompleks atau semakin panjang jalur tataniaganya maka akan semakin besaar biayanya. Tataniaga yang efektif digunakan untuk menghubungkan produsen dengan konsumen, pemasaran dikatakan efektif ketika barang dan jasa yang dibutuhkan konsumen dapat terpenuhi. Salah satunnya ialah ketepatan waktu barang sampai ditangan konsumen dengan kualitas dan bentuk yang sesuai.

Menurut Mubyarto (1986) dalam MA Viona[2] menyatakan bahwa system tataniaga dikatakan efisien jika memenuhi dua syarat:
  1. Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani sebagai produsen kepada konsumen dengan biaya yang murah
  2. Mampu mengadakan pembagian yang adil (dalam pemberian balas jasa sesuai sumbangan masing-masing) dari pada keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta daam kegiatan produksi dan tataniaga barang tersebut
Dalam tataniaga yang efektif terdapat suatu perekonomian yang sangat kompleks dimana adanya gap antara produsen dan konsumen seperti keterbatasan ruang, waktu, kepemilikan, jumlah, dan perbedaan dalam keragaman. Juga dipersulit oleh perbedaan kuantitas dan perbedaan jenis antara produsen dan konsumen. Produsen mengkhususkan diri dalam menghasilkan dan menjual dalam jumlah yang banyak barang dan jasa terbatas ragamnya, tetapi konsumen menginkan hanya sejumlah kecil dari barang dan jasa yang luas aneka ragamnya[3].

Solusi untuk permasalahan tataniaga di Indonesia ialah:
  • Menciptakan pasar alternatif dengan tata niaga terpendek (direct marketing)
  • Mendorong organisasi tani yang kuat
  • Meningkatkan informasi bagi petani[1].

Referensi:
[1] Apriyantono. A. 2006. Pembangunan Pertanian Di Indonesia Tahun 2004-2009. Jakarta (Lihat)
[2] MA Viona. 2013. Konstruksi Sosial dan Ekonomi tataniaga Beras: Fenomenologi Tataniaga Beras Dari Kabupaten Demak ke Kota Semarang. Universitas Diponegoro (Lihat)
[3] W. Nasrudin, A Musyadar. 2010. Tataniaga Pertanian Bogor. Politeknik Pembanguna Pertanian (Lihat)