Mengenal Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia



Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Berdasarkan data Kementrian Kelautan dan Perikanan, Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 95.181 km dan merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia dengan luas perairan laut mencapai 5,8 juta kilometer persegi atau 71% dari keseluruhan wilayah Indonesia. Potensi tersebut menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati dan non-hayati yang terbesar di dunia kelautan.

Konservasi sumber daya hayati laut merupakan salah satu bentuk pengelolaan ekosistem sumber daya laut dari kerusakan akibat aktivitas manusia. Pemanfaatan sumber daya alam di wilayah pesisir yang tidak terkendali dapat menyebabkan kerusakan sumber daya alam. Pemerintah pusat berwenang menetapkan kawasan konservasi yang meliputi taman nasional, taman hutan, serta taman wisata alam  sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990. Kawasan konservasi ini biasanya dilindungi oleh hukum, sehingga sering disebut pula sebagai kawasan lindung. 

Pengelolaan atas sumber daya alam selama ini berada dibawah kewenangan pemerintah pusat sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 33 Ayat 3. Dalam konteks legal makro, tanah, air, dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya dikelola oleh negara dan ditujukan untuk kemakmuran rakyat. Berdasarkan amanat undang-undang tersebut pemerintah menggunakan instrumen kebijakan dengan menetapkan suatu wilayah sebagai kawasan konservasi. Begitu juga dengan Ruang Laut yang diatur Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan yang merupakan turunan dari Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Undang-Undang No. 31 Tahun 2004. Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa konservasi sumber daya ikan adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya ikan. Lebih lanjut, dalam konteks konservasi sumber daya ikan, konservasi ekosistem merupakan upaya melindungi, melestarikan dan memanfaatkan fungsi ekosistem sebagai habitat penyangga kehidupan biota perairan pada waktu sekarang dan yang akan datang[1].

Pada Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 secara lebih jauh dikemukakan bahwa kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara keberlanjutan. Pada tahun 2013, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia telah mencadangkan taman nasional perairan seluas 3.521.130,01 Ha dan memfasilitasi pencadangan kawasan konservasi perairan daerah (KKPD) seluas 5.561.463,09 Ha. Selain itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan juga telah menetapkan delapan kawasan konservasi yang diserahterimakan dari Kementerian Kehutanan dengan luas keseluruhan 723.984,00 Ha. Hingga saat ini kawasan konservasi laut yang diinisiasi dan pengelolaannya berada di bawah wewenang Kementerian Kehutanan mencapai luas keseluruhan 4.694.947,55 Ha. Sampai akhir 2013, luas keseluruhan kawasan konservasi perairan di Indonesia telah mencapai 15.764.210,85 Ha[2]. Adapun beberapa jenis dari Kawasan Konservasi Perairan di antaranya Taman Laut Nasional, Taman Wisata Alam Laut, Suaka Margasatwa Laut, Cagar Alam Laut, Taman Nasional Perairan, dan Kawasan Konservasi Perairan Daerah. 

Selanjutnya, dalam pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan yang dibuat, kawasan tersebut haruslah memuat zonasi Kawasan Konservasi Perarairan, yang terdiri dari zona inti; zona perikanan berkelanjutan; zona pemanfaatan; dan zona lainnya. Beberapa manfaat keberadaan Kawasan Konservasi Perairan dalam sistem alam dan sosial, yaitu:
  1. Perlindungan biota laut pada tahap tertentu dalam siklus hidupnya,
  2. Perlindungan habitat yang kritis dan tetap (misal terumbu karang, estuari),
  3. Perlindungan budaya dan lokasi arkeologi,
  4. Perlindungan terhadap budaya lokal dan nilai tradisional pengelolaan laut berkelanjutan,
  5. Menjamin tersedianya tempat yang memungkinkan bagi perubahan distribusi spesies sebagai respon perubahan iklim atau lingkungan lainnya,
  6. Menjamin suatu tempat perlindungan (refugia) bagi pengkayaan stok ikan-ikan ekonomis penting
  7. Menyediakan suatu kerangka kerja untuk penyelesaian konflik multi stakeholders,
  8. Menyediakan model pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu,
  9. Menyediakan sumber pendapatan dan lapangan kerja,
  10. Menjamin area untuk penelitian ilmiah, pendidikan dan rekreasi
Referensi
[1] Wiadnya, D. G. R. 2014. Kawasan Konservasi Perairan Dan Pengelolaan Perikanan Tangkap Di Indonesia (Lihat)  
[2] KKP. 2013. Informasi Kawasan Konservasi Perairan Indonesia. Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan: Jakarta (Lihat)